Cara Terbaik untuk Detoks Media Sosial


Pernahkah kamu merasa muak dengan hidup kamu? Merasa tidak bahagia? Selalu membanding-bandingkan hidupmu dengan orang lain? Hati-hati, bisa saja itu terjadi karena pengaruh media sosial 


Jika perasaan cemas dan gusarmu sudah akut karena paparan media sosial, inilah saatnya untuk melakukan detoksifikasi. 


1. Uninstall media sosial yang membuatmu kesal untuk sementara 


Apakah Instagram membuatmu kesal karena kamu terus-menerus melihat teman-temanmu yang pamer? Atau Twitter membuatmu muak karena terlalu banyak warganet yang berkomentar pedas dan sok tahu soal semua topik? Inilah saat untuk menghapus media sosial yang membuatmu sebal untuk sementara waktu. Jika perasaanmu sudah tenang, saatnya bagimu untuk memasang kembali aplikasi itu. 


2. Berhenti terlibat dalam debat kusir dan pertengkaran 

Ada orang yang menyebalkan di Twitter? Ada unggahan yang tidak kamu sukai di Instagram atau TikTok? Terkadang, jarimu terasa gatal dan ingin sekali meninggalkan komentar di sana. Namun, kalau kamu tidak bisa meninggalkan komentar baik, sebaiknya tak perlu tinggalkan komentar apa-apa. Orang yang kamu benci tidak akan menyadari kesalahan mereka, justru kamu malah akan merasa semakin gusar dan berpotensi bertengkar dengan pihak lain. 


3. Blokir/bisukan unggahan yang menyebalkan buatmu

Kolom eksplorasi atau FYP di Instagram dan TikTok memberikanmu akses untuk melihat kehidupan orang yang tidak kamu kenal. Daripada menggerutu, blokir saja akun-akun yang kamu anggap menyebalkan. Jika yang membuatmu kesal adalah temanmu sendiri, kamu bisa membisukan cerita/unggahannya. 


4. Blokir atau bisukan orang yang menyebalkan

Kalau kamu memiliki kesibukan, kamu tidak akan terlalu banyak mengurusi urusan orang lain di media sosial. Untuk itu, sibukkan dirimu. Menulislah, ikut seminar-seminar gratis, membaca, menonton, apa saja yang tidak membuatmu gusar dan gatal untuk membuka-buka unggahan orang di media sosial. 


5. Hindari akun-akun yang memaksakan standar tertentu

Sering membaca unggahan seperti "gaji xxx cukup buat apa?", "Belanda lebih baik daripada Indonesia...", dan sebagainya? Unggahan-unggahan semacam itu seolah awalnya ingin membuatmu kritis, tetapi pada akhirnya kamu akan mempertanyakan kebahagiaanmu sendiri. Padahal, standar kebahagiaan orang berbeda-beda. Tidak perlu membuang waktu menanggapi orang-orang yang hobi mengeluh dengan alasan ingin menjadi kritis. 


Kamu tidak bisa memaksa orang lain untuk mengunggah atau tidak mengunggah hal-hal sesuai dengan keinginanmu. 


Namun, kamu bisa belajar menghindari mereka. Demi kesehatan jiwamu.

Post a Comment

0 Comments